Dokumen rahasia ini
tidak lagi “rahasia” pasalnya telah dirilis ke publik oeh lembaga Arsip
Keamanan Nasional (NSA), dokumen ini berisi percakapan Kedubes Amerika Serikat
dengan pemerintah Indonesia pada saat itu yang membicarakan tentang keadaan dan
kejadian pada rentetan tahun 1997 sampai 1998.
Setelah membaca dokumen
tersebut sebenarnya sangat menarik untuk dibahas namun saya tidak akan membahas
semuanya karena pasti membutuhkan riset dan penulisan yang sangat panjang
karena sebenarnya apa yang tertulis pada surat tersebut semua sudah dibahas
beberapa tahun yang lalu namun karena ini kata orang tahun politik jadi
wajar-wajar saja banyak isu yang beredar di tengah publik tapi sangat
disayangkan kebanyakan publik hanya melihat dari luarnya saja jarang ada yang
mau mengetahui lebih dalam.
Dibalik fakta Hoax atau
bukannya dokumen ini saya hanya akan membahas tentang para aktivis yang
diculik/disembunyikan pada tahun 1998 oleh korps pasukan khusus (Kopassus) yang
katanya diperintahkan oleh Prabowo Subianto sesuai perintah Presiden Soeharto,
untuk lebih jelasnya mari kita kupas.
Foto/dokumen NSA tertanggal 07 Mei 1998
Dalam dokumen diatas
disebutkan bahwa fasilitas yang digunakan untuk menahan para aktivis adalah
milik Kopassus di Jakarta Selatan dan dibawah komando letjen Prabowo Subianto,
namun faktanya dalam badan ABRI Denjen Kopassus tidak dapat memberikan perintah
apapun kepada pasukan yang dipimpinnya namun hanya dapat menyiapkan pasukan
adapun dalam Protap hanya Pangab lah yang bisa memberikan perintah tersebut
yang pada saat itu masih dijabat oleh Wiranto, namun pada dokumen itu
dinyatakan bahwa wiranto tidak ingin membuat tim gabungan untuk mencari para
aktivis yang hilang tersebut dengan alasan ia akan dirusak secara politik.
Pembahasan berlanjut
yang dinyatakan melakukan penculikan tersebut adalah Kopassus group IV alias
tim Mawar oleh pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999 yang di komandangi
oleh Mayor. Inf. Bambang Kristiono serta wakil komandan tim Mawar Kapt. Inf. Fausani
Syahrial (FS) Multhazar. Jadi makin jelas bahwa sama sekali nama prabowo
Subianto tidak ada dalam pengadilan ini dikarenakan beliau hanyalah Denjen
Kopassus yang tugasnya bertanggung jawab atas kesiapan pasukannya.
Hilangnya para aktivis
ini dilaporkan pada bulan Februari 1998, namun perbincangan dengan mahasiswa
aktivis ini dicatat pada bulan mei 1998 yang secara substansial hanya berisi
pendapat aktivis, berikut foto dokumen tersebut:
Foto/dokumen NSA tertanggal 07 Mei 1998
Pada dokumen diatas
mengatakan informasi dari seorang pimpinan mahasiswa yang diberitahukan oleh
anggota kopassus (bukan dari group 4) bahwa terjadi konflik internal di antara
divisi kopassus yangmana kelompok itu masih dibawah kendali Prabowo. Serta berpendapat
bahwa “penculikan berdasarkan perintah Prabowo atas perintah Presiden Soeharto”.
Ada sesuatu yang janggal pada percakapan ini, bukankah Kopassus adalah tim elit
yang terlatih dalam hal intelligent kenapa bisa dia menceritakan konflik
internal kepada seorang pemimpin mahasiswa tersebut. Namun apa dan bagaimana
keterlibatan prabowo pada saat itu ? berikutnya dokumen tentang informasi yang
diberikan oleh prabowo:
Foto/dokumen NSA tertanggal 07 Mei 1998
Pada dokumen diatas
terdapat pernyataan Prabowo tentang Presiden Soeharto yang mengatakan bahwa “president
soeharto telah berhasil mengembangkan ekonomi Indonesia, latar belakang beliau
adalah seorang prajurit, ia tidak pernah mendapat pelatihan luar serta
pendidikan formal (tentang itu) tetapi dia sangat cerdas dan memiliki ingatan
yang baik namun presiden tidak selalu memahami kekhawatiran dan tekanan dunia”
serta dituliskan menurut pandangan Prabowo akan lebih baik apabila ia (presiden
soeharto) mundur pada bulan Maret 1998. Selanjutnya dikatakan juga bahwa
militer punya tugas yang sulit untuk mendorong reformasi sambil menahan
kekacauan dan ketidak stabilan massa pada saat itu “prabowo menggunakan
rahasianya”
Dari dokumen diatas bisa
dikatakan bahwa prabowo bukanlah orang yang melarang para aktivis untuk
berdemokrasi menurunkan rezim soeharto, namun beliau sendiri yang berpendapat
bahwa memang lebih baik pabila Presiden Soeharto (Mertuanya sendiri) turun dari
jabatan, untuk membendung kekacauan salah satu cara yaitu mengamankan para
pemimpin aksi pada saat itu namun tetap melepaskannya setelah resim diturunkan
itu menurut saya dilakukan untuk tetap menjaga para aktivis dengan aman agar
tidak berjatuhan banyak korban.
Selanjutnya kemanakah
para aktivis yang diculik itu..?
Menurut data dari wikipedia
diakses pada 26 Juli 2018 Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak kekerasan
(KONTRAS) mencatat ada 23 orang, 1 orang hilang, 9 orang dilepaskan dan 13
lainnya masih tidak diketahui, dari data ini saja dapat di analisa bahwa penculikan
dilakukan bukan untuk membunuh atau menyiksa orang semata namun untuk
mengamankan para pimpinan aktivis tersebut kemudian melepaskannya pada saat
yang tepat, namun 13 yang hilang lainnya juga tidak dapat ditarik kesimpulan
bahwa mereka dibunuh atau diasingkan selama ini namun bisa jadi yang menculik
bukan orang yang sama dari penculikan ke 9 orang yang selamat lainnya.
Menurut kesaksian
beberapa orang aktivis yang dilepaskan saya baca dari berbagai sumber kisah
mereka memiliki banyak kesamaan bahwa mereka di masukkan ke dalam mobil
kemudian dibawa ke suatu bangunan kemudian di introgasi tentang tindakan yang
dilakukan kemudian dimasukkan ke dalam sel serta diberikan fasilitas yang wajar
selain itu ada beberapa yang pulangnya dibelikan tiket pesawat dll. Menurut saya
kalau memang ini penculikan untuk menghukum para aktivis tidak mungkin mereka
diberikan fasilitas lengkap seperti selimut, kamar lengkap wc, pakaian, makanan
dan lain-lain.
Bukti Prabowo tidak
terlibat dalam pelanggaran HAM pun dapat dilihat dari beberapa aktivis yang
dilepaskan tersebut bergabung di partai yang dibuat Prabowo pada tahun 2008
yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya diantaranya Desmond Junaidi Mahesa, Aan
Rusdianto, pius lustrilanang dan haryanto Taslam, logikanya apabila mereka
merasa Prabowo adalah dalangnya maka tidak mungkin mereka mau berjuang bersama
beliau dalam satu partai.
Selain
itu dikutip dari postingan viva.co.id dengan judul “Wawancara Andi Arief :
Prabowo Bukan Penculik” (diakses pada 26 Juli 2018) terdapat penyataan dari
andi arief yang merupakan seorang aktivis 98 dan juga dilepaskan, dalam suatu
wawancara dengan tim VivaNews, Rabu, 25 Juni 2014 mengatakan Dia (Prabowo
Subianto) bukan penculik. Dia rangkaian dari 1996 yang mencari kami (seperti)
Syarwan Hamid dan lainnya. Akhirnya mereka memutuskan pakai yang terbaik, pakai
Kopassus. Jadi kami bukan diculik, tapi ditangkap. Memang yang seharusnya
menangkap polisi tetapi saat itu keadaan tidak normal. Saya juga tidak tahu
kata penghilangan aktivis itu dari mana.
Kesimpulan yang bisa
kita ambil yaitu jangan melihat sesuatu dari luarnya saja, lihatlah kedalam
ketika ada isu yang sifatnya musiman sebagai kaum milenial kita sepatunya
melakukan pendalaman, bukan mengambil kesimpulan tanpa ada risat dan data yang
jelas apalagi hanya melihat judulnya langsung bisa menyimpulkan sesuatu, sekian
kupasan saya kali ini Salam damai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar